Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 63
Setelah kita membahas beberapa keistimewaan takbir, saatnya kita mengkaji makna dari kalimat mulia ini. Supaya dzikir kita berkualitas tinggi, sebab penuh dengan penghayatan.
Kalimat takbir terjemahannya adalah: Allah Maha besar. Adapun maknanya adalah kita harus meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu dzat yang paling besar, tidak ada satupun yang lebih besar dari-Nya. Segala sesuatu yang besar, di sisi Allah akan terasa kecil.
Keagungan dan kebesaran dzat Allah, juga keagungan sifat-sifat-Nya adalah sesuatu yang tidak mungkin diliputi oleh akal manusia. Jangankan keagungan Allah, kebesaran para makhluk-Nya saja, terkadang kita kesulitan untuk meliputinya.
Di antara makhluk terbesar adalah ‘Arsy. Di atasnyalah Allah berada. Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan ‘Arsy seperti kubah dan atap bagi alam ini yang terdiri dari langit dan bumi serta isinya. Di sini sangat jelas menunjukkan keagungan, kebesaran dan keluasan ‘Arsy. Bukan hanya lebih besar dari langit dan bumi, akan tetapi keluasannya tidak dapat dibayangkan oleh kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan,
“مَا السَمَوَاتُ السَبْعُ فِيْ الكُرْسِي إِلاَ كَحَلَقَةِ مُلْقَاةٌ بِأَرْضِ فَلاَة، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الكُرْسِي كَفَضْل الفلاَةِ عَلَى الحَلَقَةِ”.
“Tidaklah langit yang tujuh dibanding Kursiy kecuali hanya seperti cincin yang diletakkan di padang pasir. Dan besarnya ‘Arsy dibandingkan dengan Kursiy, seperti lebih besarnya suatu padang pasir dibanding sebuah cincin”. HR. Ibn Abi Syaibah dalam Kitab al-‘Arsy dan dinyatakan sahih oleh al-Albany.
Seharusnya seorang muslim mau merenungkan betapa besarnya langit dibanding bumi, betapa agungnya tahta Kursiy dibanding langit, dan betapa agungnya ‘Arsy dibanding tahta Kursiy. Akal tidak akan sanggup menjangkau keberadaan dan tata cara semua itu. Padahal mereka hanyalah makhluk. Lalu bagaimana dengan keagungan Allah yang menciptakan semua itu?!
Keagungan dan kebesaran Allah dan sifat-sifat-Nya jelas terlampau besar untuk bisa diliputi oleh akal pikiran manusia yang paling hebat sekalipun. Karena itu ada sebuah hadits yang melarang untuk membayangkan hakikat dzat Allah, sebab semua akal dan pikiran pasti tidak akan mampu menjangkaunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
تَفَكَّرُوا فِي آلاءِ اللَّهِ، وَلا تَتَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ
“Bayangkanlah keagungan makhluk-makhluk Allah dan jangan membayangkan dzat Allah”. HR. Al-Lalaka’i dalam Syarah al-I’tiqad dan dinilai hasan oleh al-Albany.
Apabila hati seorang muslim dapat merasakan akan kebesaran makhluk seperti langit, bumi, ‘Arsy dan sebagainya, kemudian timbul dalam hatinya rasa ketidakmampuan memikirkan dan menjangkau semua itu; maka akan muncul pengetahuan ketiga yakni kebesaran dan keagungan Tuhan yang menciptakan makhluk-makhluk tersebut, yang tidak mungkin dapat diliputi serta dicerna oleh akal pikiran. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. QS. Al-Isra (7): 111.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 4 Dzulhijjah 1435 / 29 September 2014
Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari kitab Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr (I/285-289).
DOWONLOAD ARTIKEL INI